--> Januari 2019 | PUSDIKLAT K3

17 Januari, 2019

UU No 1. Tahun 1970

UU No 1. Tahun 1970


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970


TENTANG
KESELAMATAN KERJA

BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
  1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut;
  2. "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
  3. "pengusaha" ialah :
    1. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
    2. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
    3. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili berkedudukan di luar Indonesia.
  4. "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini.
  5. "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
  6. "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2
  1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
  2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
    1. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau peledakan;
    2. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
    3. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
    4. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
    5. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
    6. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
    7. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
    8. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
    9. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
    10. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
    11. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
    12. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
    13. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
    14. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
    15. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
    16. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
    17. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
    18. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
  3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).

BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

Pasal 3
  1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk : 
    1. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
    2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
    3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
    4. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
    5. memberi pertolongan pada kecelakaan;
    6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
    7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
    8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
    9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
    10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
    11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
    12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
    13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
    14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
    15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
    16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
    17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
    18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
  2. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4
  1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
  2. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
  3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 5
  1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
  2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6
  1. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
  2. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
  3. Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 8
  1. Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
  2. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
  3. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

BAB V
PEMBINAAN

Pasal 9
  1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
    1. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
    2. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;
    3. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
    4. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
  2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
  3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
  4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pasal 10
  1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
  2. Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII
KECELAKAAN

Pasal 11
  1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
  2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA

Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk: a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja; b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d.Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA

Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.


BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
  1. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
  2. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
  3. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15
  1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
  2. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
  3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1970
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1970

Sekretaris Negara Republik Indonesia,
ttd

ALAMSYAH

DOWNLOAD UU NO 1 TH 1970 
FORMAT OFFICE WORD KLIK DI SINI !



Prinsip Prinsip Dasar SMK3

Prinsip Prinsip Dasar SMK3

Prinsip Prinsip Dasar SMK3

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja telah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada peraturan ini setiap tempat kerja yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih dan atau memiliki risiko tinggi ditempat kerjanya untuk menerapkan SMK3 dan parameter audit SMK3.

Dalam Permenaker 05/96, SMK3 memiliki pengertian sebagai bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembang penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dari pengertian diatas dapat dimengerti bahwa tujuan dan sasaran SMK3 adalah pengendalian risiko dengan penciptaan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efesien dan pruduktif.

Sesuai dengan Bab III pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996, penerapan SMK3 diwajibkan kepada perusahaan dengan tingkat penerapan sebagai berikut :

  1. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat risiko rendah harus menerpakan sebanyak 64 (enam puluh empat) kriteria.
  2. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat risiko menengah harus menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria.
  3. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat risiko tinggi harus menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kriteria.

Prinsip Dasar Sistem Manajemen K3 terdiri dari 5 yang dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip tersebut yaitu :

1. Komitmen

Disini yang perlu menjadi perhatian penting terdiri atas 3 hal yaitu kepemimpinhan dan komitmen, tinjauan awal K3 dan kebijakan K3.

Kepemimpinan dan Komitmen

Yang perlu diperhatiak adalah pentingnya komitmen untuk menerapkan SMK3 ditempat kerja dari seluruh pihak yang ada ditempat kerja, terutama dari pihak pengurus dan tenaga kerja. Dan pihak-pihak lain juga diwajibkan untuk berperan serta dalam penerapa ini.

Tinjauan Awal K3

Tempat kerja harus melakukan peninjauan awal atas K3 di tempat kerja dengan cara-cara :

  • Mengidentifikasi kondisi yang ada di perusahaan dengan membandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam Permenaker 05/1996
  • Mengidentifikasi sumber bahaya dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan tempat kerja
  • Adanya pemenuhan akan pengetahuan dan peraturan perundangan
  • Membandingkan penerapan yang ada di tempat kerja dengan penerapan yang dilakukan oleh tempat kerja lain yang lebih baik
  • Meninjau sebab akibat dari kegiatan yang membahayakan dan hal-hal yang terkait dengan K3
  • Menilai efisien dan efektifitas dari sumber daya yang telah disediakan


Kebijakan K3

Untuk benar-benar menunjukkan kesungguhan dari komitmen yang dimiliki, maka komitmen tersebut harus tertulis dan ditandatangani oleh pengurus tertinggi dari tempat kerja tersebut, Komitmen tertulis tersebut selanjutnya disubut kebijakan, juga harus memuat visi dan tujuan, kerangka dan program kerja yang bersifat umum dan atau operasional.

Kebijakan ini harus melewati proses konsultasi denganpekerjaan atau wakil pekerja dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja. Kebijakan ini juga harus bersifat dinamis artinya sering ditinjau ulang agar sesuai dengan kondisi yang ada.

2. Perencanaan

Perencanaan yang di buat oleh perusahaan harus efektif dengan memuat sasaran yang jelas sebagai pengejawantahan dari kebijakan K3 tempat kerja dan indikator kinerja serta harus dapat menjawan kebijakan K3. Dan hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko serta hasil tinjauan awal terhadap K3.

Dalam perencanaan ini secara lebih rinci terbagi menjadi beberapa hal :

  • Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan, produk barang dan jasa.
  • Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya dan setelah itu mendiseminasikan kepada seluruh tenaga kerja.
  • Menetapkan tujuan dan sasaran diri kebijakan k3 yang harus dapat diukur, menggunakan satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.
  • Menggunakan indikator kinerja sebagai penialaian kinerja K3 sekaligus menjadi informasi keberhasilan pencaoaian SMK3.
  • Menetapkan sistem pertanggung jawaban dan sarana untuk pencapaian kebijakan K3.


3. Implementasi

Setelah membuat komitmen dan perencanaan maka kini tiba pada tahap penting yaitu penerapan SMK3. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahapan ini adalah :

  • Adanya jaminan kemampuan
  • Kegiatan pendukung
  • Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko

4. Pengukuran/evaluasi

Pengukuran dan evaluasi ini merupakan alat yang berguna untuk :
  • Mengetahui keberhasilan penerapan SMK3
  • Melakukan identifikasi tindakan perbaikan
  • Mengukur. Memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3
Dan untuk menjaga tingkat kepercayaan ter4hadap data yang akan diperoleh maka beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi alat, pengujian peralatan dan contoh piranti lunak dan perangkat keras.

Ada 3 (tiga) kegiatan dalam melakukan pengukuran dan evaluasi yang diperkenalkan oleh peraturan ini :

a. Inspeksi dan Pengujian

Harus ditetapkan dan dijaga konsistensi dari prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan kebijakan K3.

b. Audit SMK3

Audit ini dilakukan untuk mengetahui kefektifan dari penerapan SMK3 di tempat kerja. Hal yang perlu diperhatikan dalam audit adalah :
  • Sistematik dan Independen
  • Frekuensi audit berkala
  • Kemampuan dan keahlian petugasnya
  • Metodologi yang digunakan
  • Berdasarkan hasil audit sebelumnya dan sumber bahaya yang ada
  • Hasilnya dijadikan sebagai bahan tinjauan manajemen dan jika diperlukan ditindak lanjuti dengan tindakan perbaikan.

c. (menyusul).

Adfdsfdsf




Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Manajemen K3 (SMK3)

Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Manajemen K3 (SMK3)


Pengertian Sistem Manajemen K3 (SMK3)


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) seperti yang didefinisikan dalam Peraturan Materi Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosodur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Tujuan dan sasaran SMK3 sesuai Pemenaker tersebut adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dasar Hukum dan Standar Sistem Manajemen K3 (SMK3)


  1. Undang-undang No. 1 tahun 1970
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996
  3. Peraturan perundangan lainnya (disesuaikan/dilengkapi)
  4. Standar nasiolan maupun international (idem)
Latar Belakang Sistem Manajemen K3 (SMK3)

Latar Belakang Sistem Manajemen K3 (SMK3)


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) mengalami beberapa perkembangan antara lain sebagai berikut :
  • Dimulai dari perkembangan desian peralatan yang aman dan nyaman digunakan untuk si pengguna pada zaman manusia batu dan goa ketika membuat peralatan berburu seperti kampak dan sebagainya. Pada fase ini berkembang safety engineering dan ergonomik.
  • Perkembangan selanjutnya diikuti dengan perkembangan kesehatan kerja dan sanitasi lingkungan sejak era Ramses dan Paracelsius serta Ramazini.
  • Pada era manajemen terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari faktor manusia sampai kepada elaborasi faktor manusia dalam “frame” sistem manajemen terpadu. Pada era ini mulai berkembang pola koordinasi antar unit terkait seperti safety, health and environment, sehinggah muncullah konsep “integrated HSE management system”.
  • Perkembangan terakhir menunjukan bahwa K3 ternyata mempunyai ruang lingkup yang lebih luas lagi tidak hanya terbatas didalam industri.
Perkembangan lain yang juga perlu di catat adalah terjadinya pergeseran orientasi dari metode dan program K3. Pergeseran tersebut diantaranya :
  • Perubahan orientasi metode dan indikator-indikator yang digunakan dari “negative indicators” seperti jumlah kecelakaan rata-rata ataupun penyakit (frequency rate dan inciden rate) kepada pengguna “positif indicators” seperti frekuensi perilaku aman dan penciptaan tempat kerja yang aman sebagai penilaian terhadap kinerja K3.
  • Perubahan orientasi pendekatan program K3 dari top down menjadi “participatory approach”.
  • Orientasi pelaksanaan program lebih terpadu, misalnya pada penanggulangan program pencegahan kebakaran yang mulai menggunakan sistem keterpaduan lingkungan.
Sementara itu terjadi juga pressure dari luar / masyarakat yang mengaitkan kinerja safety dengan harga saham perusahaan di bursa saham, sehingga image tentang perusahaan dikaitkan dengan kinerja program K3.

Keterkaitan dengan isu HAM (Hak Asasi Manusia) dengan K3 menghasilkan peraturan-peraturan pemerintah yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan K3 sesuai dengan standar-standar yang mengacu kepada kualitas hidup (quality of life).

Langkah dalam  pendekatan modern mengenai pengelolahan K3 dimulai dengan perhatikannya dan diikutinya K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal ini mulai disadari karena dari data accident yang terjadi juga mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Konsep Gunung Es menunjukkan resiko kerugian yang terjadi dari kecelakaan (accident) adalah sebesar 1:5-50:1-3 dengan pengertian bahwa dari setiap accident yang terjadi di perusahaan akan menimbulkan kerugian secara perbandingan bagi perusahaan sebesar Rp. 1 untuk biaya langsung yang timbul dari kecelakaan (accident), Rp. 5 hingga Rp. 50 biaya kerusakan properti dan tidak dapat diasuransikan oleh perusahaan serta Rp 1 hingga Rp. 3 untuk biaya-biaya lain yang tidak dapat diasuransikan.

Dengan memperhatikan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan, maka mulailah diterapkan manajenen Risiko, sebagai inti dan cikal bakal SMK3. Penerapan ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap accident yang akan terjadi. Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahwa sebagai sumber accident harus teridentifikasi, kemudian diadakan perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah pengontrolan risiko. Ditahap Pengontrolan risiko inilah, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimili`ki oleh perusahaan dan hanya pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini.

Semua konsep-konsep utama diatas semakin menyadarkan akan pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan  Kerja (SMK3) untuk mengelola K3 Pengelolaan ini memiliki pola “Total Loss Control” yaitu sebuah kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi perusahaan – property, personil di perusahaan dan lingkungan mulai penerapan sistem manajemen K3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan, proses, bahan ,fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu Planning, Do, Check and Improvement (PDCI).

Dan dalam sejarah perjalanan SMK3, tercipta beberapa standar yang dapat dipakai oleh perusahaan. Standar-standar tersebut diantaranya :
  • OHSAS 1800/18001 Occupational Health and Safety Management Systems,
  • Voluntary Protective Program OSHA,
  • BS 8800,
  • Five Star System,
  • DR 96311
  • Aposho Standard 1000,
  • Manajemen Keselamatan Proses (Process Safety Management – PSM)
  • Contractor Safety Management System
  • AS/ANZ 4801/4804 dan
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 05/Men/1996 (SMK3 yang berbebtuk Peraturan Perundangan).
Bahkan kini, Pengelolaan K3 dengan penerapan SMK3 sudah bagian yang dipersyaratkan dalam ISO 9000:2000 dan CEPAA Social Accountability 8000:1997. Namun hingga kini belum terdapat satu standar internasional yang disepakati dan dapat diterima oleh banyak negara, seperti halnya Sistem Manajemen Mutu dengan ISO 9000 series dan Sistem Manajemen Lingkungan dengan ISO 14000 series.

12 Januari, 2019

Prinsip - Prinsip Dasar Pencegahan Kecelakaan

Prinsip - Prinsip Dasar Pencegahan Kecelakaan


Prinsip-Prinsip Dasar Kecelakaan

Rentetan kejadian kecelakaan

Pencegahan kecelakaan adalah ilmu dan seni karena menyangkut masalah sikap dan perilaku manusia, masalah teknis seperti peralatan dan mesin, dan masalah lingkungan.

Pengawasan diartikan sebagai petunjuk atau usaha yang bersifat koreksi terhadap permasalahan tetrsebut. Usaha pencegahan kecelakaan adalah faktor penting dalam setiap tempat kerja untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dan mencegah adanya kerugian.

Sebelum mulai melakukan usaha pencegahan kecelakaan rangkaian kejadian dan faktor penyebab kecelakaan harus dapat diidentifikasi, untuk dapat menentukan faktor penyebab yang paling dominan. Rangkaian kejadian dan faktor penyebab kecelakaan dikenal dengan ‘teori domino’.



Gambar di atas menunjukkan darngkaian atau deretan faktor faktor penyebab kejadian kecelakaan (an updated squence by Frank birds Jr).

a.       A. Kelemahan pengawasan oleh manajemen . pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi aktif manajemen sangat menentukan keberhasilan usaha pencegaha kecelakaan seorang pimpinan unit di samping memahami tugas operasional tapi juga harus mampu:
-          Memahami program pencegahan kecelakaan
-          Memahami standar , mencapai standar
-          Membina, mengukur, dan mengevaluasi performa bawahannya.
Inilah yang dimaksud dengan kontrol.
b.      B. Sebab dasar. Pada hakekatnya ini merupakan sebab yang paling mendasar terhadap kejadian kecelakaan yang meliputi antara lain:
a.       Kebijasanaan dan keputusan manajemen
b.      Faktor manusia/pribadi seperti kurang pengetahuan  dan keterampilan serta pengalaman, tidak adanya motivasi, dan masalah fisik dan mental.
c.       Faktor lingkungan/ pekerjaan misalnya kurang atau tidak adanya sntadar, desain dan pemeliharaan yang kurang memadai, pemakaian yang abnormal.
c.       C. Sebab yang merupakan gejala. Ini disebabkan masih adanya substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman. Faktor faktor ini sebenarnya adalah sympton (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres apakah pada sistem ataukah pada menejemen.
d.      D. Kecelakaan. Jika ketiga urutan di atas tercipta, maka besar atau kecil akan timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.





Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja. Pada saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera dan atau luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa dan ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif.

Selama pekerjaan masih dikerjakan secara perorangan atau dalam kelompok maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit. Sifat demikian segera berubah, manakala revolusi industri dimulai, yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum alam dan dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan secara praktis.

Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada abad 18 dengan munculnya industri tenun, penemuan ketel uap untuk keperluan industri. Tenaga uap sangat bermanfaat bagi dunia industri, namun pemanfaatannya juga mengandung resiko terhadap peledakan karena adanya tekanan.
Selanjutnya menyusul revolusi listrik, revolusi tenaga atom dan penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Di samping manfaat tersebut, pemanfaatan teknik dan teknologi dapat merugikan dalam bnetuk resiko terhadap kecelakaan apabila tidak diikuti dengan pemikiran tenang upaya kesematan dan kesehatannya.

Sebagai gambaran tentang sejarah perkembangan keselamtan dan kesehatan kerja dapat disampaikan sebagai berikut:
  • Kurang lebih 1700 tahun sebelum masehi Raja Hamurabi dan kerajaan Babylonia dalam kitab undang-undang nya menyatakan bahwa: “Bila seorang ahli bangunan membuat rumah untuk seseorang dan pembuatannya tidak dilaksanakan dengan baik sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik hingga mati, maka ahli bangunan tersebut dibunuh”.
  • Dalam zaman Mozai sekitar 5 abad setelah Hamurabi, dinyatakan bahwa ahli bangunan bertanggungjawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, dnegan menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah.
  • Sekitar 80 tahun sesudah masehi, Plinius seorang ahli Ecyclopedia bangsa Romawi mensyaratkan agar para pekerja tambang diharuskan memakai tutup hidung.
  • Tahun 1450 Dominico Fontana diserahkan tugas membangun Obelisk di tengah lapangan St. Pieter Roma. Ia selalu mensyaratkan agar para  pekerja memakain topi baja.
Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah keselamatan dan kesehatan manusia pekerja menjadi perhatian para ahli waktu itu.

Sejak revolusi industri di Inggris di mana banyak terjadi kecelakaan, dan banyak membawa korban, para pengusaha pada waktu itu berpendapat bahwa hal tersebut adalah bagian dan resiko pekerjaan dan penderitaan para korban, karena bagi pengusaha sendiri, hal tersebut dapat dengan mudah ditanggulangi dengan jalan mempekerjakan tanga baru. Akhirnya banyak orang berpendapat bahwa membiarkan korban berjatuhan apalagi tanpa ganti rugi bagi para korban dianggap tidak manusiawi. Para pekerja mendesak pengusahan untuk mengambil langkah-langkah positif untuk menanggulangi masalah tersebut.

Yang diusahakan pertama-tama adalah memberikan perawatan kepada para korban di mana motifnya berdasarkan perikemanusiaan.

Pada tahun di Amerika Serikat diberlakukan undanga undang Works Compensation Law di mana disebutkan bahwa tidak memandang apakah kecelakaan tersebut terjadi akibat kesalahan si korban atau tidak, yang bersangkutan akan mendapatkan gani rugi, jika terjadi dalam pekerjaan. Undang-undang ini menandai permulaan usaha pencegahan kecelakaan yang lebih terarah.

Di Inggris pada mulanya aturan perundangan yang hampir sama telah juga diberlakukan, namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika terbukti bahwa kecelakaan yang terjadi adalah akibat kesalahan atau kelalaian si korban maka ganti rugi tidak akan diberikan. Karena para pekerja berada pada posisi yang lemah, maka pembuktian salah tidaknya pekerja yang bersangkutan selalu merugikan korban. Akhirnya peraturan perundangan tersebut diubah tanpa memandang apakah si korban salah atau tidak.

Berlakunya peraturan perundangan terssebut dianggap sebagai permulaan dari gerakan kesematan kerja, yang membawa angin segar dalam usaha pencegahan kecelakaan industri.

H.W Heinrich dalam bukunya yang terkenal “Industri Accident Prevention” (1931), dianggap sebagai suatu titik awal, yang bersejarah bagi semua gerakan keselamatan kerja yang teroganisir secara terarah. Pada hakekatnya, prinsip-prinsip yang dikemukakan Heinrich di tahun 1931 adalah merukana unsur dasar bagi program keselamatan kerja berlaku saat ini.


Perbedaan Hazard dan Danger

Perbedaan Hazard dan Danger




Hazard, disebut juga potensi bahaya, ialah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan atau kerugian berupa cedera, penyakit, atau kerusakan benda dan lingkungan sekitar.

Danger, disebut juga tingkat bahaya, merupakan ungkapan adanya potensi bahaya secara relatif. kondisi berbahaya mungkin saja ada, akan tetapi dapat menjadi tidak begitu berbahaya karena telah dilakukan beberapa tindakan pencegahan atau antisipasi.

Mau Kerja di Offshore (lepas pantai) ?? anda wajib punya sertifikat ini; KLIK DI SINI !

11 Januari, 2019

Pengertian K3 dan Tujuan K3

Pengertian K3 dan Tujuan K3


Pengertian K3 dan Tujuan K3


Pengertian K3

Pengertian K3 secara filosofi, adalah suatu pemikiran dan usaha untuk menjamin  keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.

Pengertian K3 secara keilmuan, adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pengertian K3 secara praktis, merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat secara aman dan efisien  dalam pemakaiannya.

Tujuan K3

Sebagaimana dinyatakan dalam pengertian K3 secara filosofi bahwa K3 ditujukan untuk menjamin kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.

Oleh karena itu K3 bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin bahwa:

  1. Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapatkan perlindungan atas keselamatannya.
  2. Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
  3. Proses produksi berjalan lancar.
Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan, dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.

Oleh karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adlah usaha pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja.

Pencegahan dan penanggulangan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin menghilangkan atau mengeliminirnya.

09 Januari, 2019

Gila! Ini Dia Kisaran Gaji Tenaga Ahli dan Profesi K3 Yang Bikin Anda Baper ...

Gila! Ini Dia Kisaran Gaji Tenaga Ahli dan Profesi K3 Yang Bikin Anda Baper ...


Mungkin bagi sebagian anda yang ingin berkecimbung di dunia safety penasaran berapa sih gaji seorang tenaga atau ahli Safety. Berikut di bawah ini dilangsir dari web katigaku.top, kisaran gaji bagi seorang ahli atau yang berprofesi K3. Namun yang disebutkan di sini hanya lah para tenaga yang sudah memiliki jabatan lebih tinggi atau bekerja di perusahaan besar yang memiliki tingkat potensi kecelakaan lebih tinggi.

Kisaran gaji ini dapat memotivasi bagi anda para pemula tenaga safety, bahwa jangan pesimis atau minder dengan gaji anda yang saat ini mungkin masih UMR, atau sedikit di atas itu. Seiring dengan pengalaman panjang anda di dunia K3 dari waktu ke waktu, maka itu adalah aset penting untuk karier anda berikutnya.

Ini dia kisaran gajinya:


Bagaimana? Apakah anda tertarik? Anda bisa mengikut pelatihan K3 untuk mendapat sertifikasi K3 klik di SINI ya!

INGIN KERJA DI LEPAS PANTAI ? OFFSHORE ? ANDA HARUS PUNYA SERTIFIKAT INI: KLIK DI SINI !